Ihram ialah iklim seseorang yang setelah beniat sepanjang mengkonkretkan ibadah haji dan atau umrah. Mereka yang melantaskan ihram disebut dengan kata tunggal "muhrim" dan mengistiadatkan, "muhrimun". bibit jamaah haji dan umrah perlu menamsilkannya sebelum di miqat dan diakhiri bersama tahallul.
pakaian ihram yang digunakan yakni setelan kalis yang kagak boleh dijahit (bagi laki-laki) dan disunnahkan berupa putih. serta mengenakan stelan ihram ini bermanfaat menemui dimulainya ibadah haji atau umrah mulai dari miqatnya. seterusnya aturan mempekerjakan stelan ihram:
BAGI laki-laki:
busana ihram atas pria terdiri dari dua tali kain, satu pel melilit badan dari pinggang sampai-sampai di lembah (bukit) lutut dan sehelai tambah diselempangkan start dari bahu kiri ke kolong ketiak kanan.
Selengkapnya bisa dilihat puas gambar:
1.Pilihlah satu pel kain yang kian panjang menurut dipakai di taraf rendah raga
2.Bentangkan rangking kedua kaki, kalakian sarungkan kain ke institut.
3.sakal kanan dibentangkan sembari mengawat dua tampuk kain ihram yang disatukan, sedangkan tangan kiri diletakkan di kecil ketiak kanan menurut menegah lipatan kain.
4.akhir kain ihram yang disatukan ditarik ke haluan kiri, sedangkan tangan kanan bergantian memegang lipatan di rendah ketiak.
5.penutup kain ihram yang disatukan dilipat ke bermakna sehingga tiada kelihatan dari depan dan terbit teliti. Dilipat ke depan pun sawab kagak apa-apa, namun kurang teratur.
6.Lipatan kain digulung kekolong laksana membelitkan kain memutus mendapatkan sholat agar tegang, sehingga ketara ibarat mencantumkan sarung. menurut jaga-jaga agar kagak melorot sebaiknya mempekerjakan sabuk. Sabuk berjahit tiada dilarang akan dipakai atas sabuk bukanlah stelan namun berfungsi sebagai alat bantu saja. Pastikan persentase aurat sehabis tertutup semua. Aurat pria yaitu dari pusar senggat ke lutut. Sehingga kain ihram ini mesti menyetop dari atas pusar santak ke betis.
7.tarik kain satunya lagi bakal diselempangkan di ransum atas tubuh bersama cara: selipkan sanding kain ihram sebelah kiri cukup gulungan kain ihram di pinggang sisi kanan, selendangkan puncak kanannya bakal menyelimuti anasir atas kelompok. keadaan ihram sepantun ini digunakan kepada sholat dan sa’i.
8.bakal menggarap meluluskan thawaf umrah atau qudum (thawaf ketika tiba di Makkah), posisikan kain ihram biro atas oleh cara diselempangkan di pendek ketiak kanan dan dilampirkan di bahu kiri. Posisi ini disebut bersama idhthibaa’.
selama jamaah pria perlu memperhatikan sekitar hal, diantaranya:
1. Kain yang digunakan mendapatkan persentase rendah usahakan bertambah tebal dan bertambah bujur dari kain yang digunakan sepanjang cuilan atas.
2. Sebelum memasang stelan ihram jamaah wajib tokcer besar / junub diniatkan mendapatkan berihram.
3. Jangan terselap mengeloskan baju intern akibat hal ini dilarang demi laki – laik begitu mengendarai pakaian ihram.
4. tatkala mengaryakan stelan ihram, sikap kedua kaki selaiknya dibentangkan tiada luar biasa lebar dan masih menyerkup aurat. bakal skala batang tubuh kira – kira secercah makin lebar dari kain bahu
5. hendaknya mendayagunakan baju ihram meniti pusar menurut laki – laki, akibat pusar yakni pematang aurat laki – laki. Jangan sampai pusar kelihatan. Sedangkan bakal batasan pendek sama dengan lutut namun kagak menaungi mata kaki. takaran idealnya adalah di berasaskan pusar sampai betis.
6. Diperbolehkan mematuhi sabuk mendapatkan melancarkan balutan kain sisi pendek.
7. tatkala thawaf, bahu arah kanan wajib dibuka. Yang sebelumnya alokasi atas mencukupi kedua bahu, diselempangkan di dasar ketiak kanan dan dilampirkan di bahu. wajar diingat bahwa bahu kanan hanya dibuka saat thawaf, bukan dibuka kekal masa. Namun, tatkala sholat semestinya kedua bahu rujuk ditutupi busana ihram. Seperti plong gambar di lembah (bukit):
BAGI PEREMPUAN
costum ihram bagi ibu kembar saja layaknya ketika menggunakan mukenah. Disunahkan buat membubuhkan stelan berpoleng putih dan mustajab juga berwudhu sebelum memakai ihram. stelan ihram bagi bini mesti mengunci seluruh aurat tubuh, kecuali wajah (dari atas dahi limit dagu, dari pemisah telinga kanan engat telinga kiri) dan tapak kaki tangan. Ketika ihram, awewe kagak dilarang secara tiranis menipu penghabisan tangan dan wajah, yang dilarang yakni menutupinya serta cadar beserta sarung tangan. Diperbolehkan menjalankan kaos kaki dan sepatu bakal perangkat haji, atas kaki awewe yaitu aurat. Lengan setelan mesti selama-lamanya pergelangan tangan, jika memasang kaos kaki sepatu seyogianya tak bertumit dan terbuat dari karet. akan menggantikan cadar, nisa dapat memanfaatkan kerudungnya bagi menamatkan wajahnya.
LARANGAN IHRAM
Adapun pantangan ihram yang seandainya dilakukan oleh orang yang berhaji atau berumroh, maka tetap baginya menepati fidyah, puasa, atau menyubsidi makan. Yang dilarang distribusi orang yang berihram sama dengan dilansir dari rumysho.com sebagai berikut:
1. mengalahkan rambut dari seluruh lembaga (seolah-olah rambut kepala, bulu ketiak, bulu aurat, kumis dan jenggot).
2. mencatut kuku.
3. menggenapi kepala dan mengatup wajah bagi awewe kecuali jika lewat laki-laki yang bukan mahrom di hadapannya.
4. mengganjar setelan berjahit yang mejelaskan sikap lekuk tubuh bagi pria penaka busana, celana dan sepatu.
5. membonceng harum-haruman.
6. termengah-mengah fauna darat yang halal dimakan. Yang bukan terkandung bernas larangan yakni: (1) binatang ternak (lir kambing, sapi, unta, dan ayam), (2) hasil buruan di air, (3) dabat yang haram dimakan (penaka sato buas, dabat yang bertaring dan burung yang bercakar), (4) sato yang diperintahkan akan dibunuh (ganal kalajengking, tikus dan anjing), (5) fauna yang mengamuk (Shahih Fiqh Sunnah, 2: 210-211)
7. menggarap meluluskan khitbah dan akad nikah.
8. Jima’ (asosiasi intim). Jika dilakukan sebelum tahallul awwal (sebelum melempar jumrah Aqobah), maka ibadah hajinya batal. Hanya cuming ibadah terbilang wajib disempurnakan dan pelakunya wajib merebahkan membantai seekor unta selama dibagikan akan orang miskin di tanah suci. Apabila tiada mampu, maka ia wajib berpuasa selagi sepuluh hari, tiga hari atas masa haji dan tujuh hari ketika usai kembali ke negerinya. Jika dilakukan seselepas tahallul awwal, maka ibadah hajinya tak batal. Hanya selalu ia wajib keluar ke tanah halal dan berihram kembali lalu menyelenggarakan membuat thowaf ifadhoh lagi karena ia telah membatalkan ihramnya dan wajib memperbaharuinya. Dan ia wajib merebahkan membantai seekor kambing.
9. Mencumbu istri di selain kemaluan. Jika keluar mani, maka wajib menggorok seekor unta. Jika enggak keluar mani, maka wajib mendabih seekor kambing. Hajinya tiadalah batal di dua kedudukan tersebut (Taisirul Fiqh, 358-359).
Pemdepartemen larangan ihram berdasarkan hukum fidyah yang dikenakan:
1. Yang tiada ada fidyah, yaitu akad nikah.
2. Fidyah oleh seekor unta, yaitu jima’ (hubungan intim) sebelum tahallul awwal, ditambah ibadah hajinya kagak sah.
3. Fidyah jaza’ atau yang semisalnya, yaitu ketika berburu binatang darat. Caranya merupakan ia memotong fauna yang semisal, lalu ia memberi makan kepada orang miskin di tanah haram. Atau bisa pula ia membeli makanan (demi harga semisal binatang tadi), lalu ia memberi makan setiap orang miskin via satu mud, atau ia berpuasa selama beberapa hari sesuai dengan jumlah mud makanan yang layak ia beli.
4. Selain tiga larangan di atas, maka fidyahnya merupakan memilih: [1] berpuasa tiga hari, [2] memberi makan kepada 6 orang miskin, setiap orang miskin diberi 1 mud dari burr (gandum) atau beras, [3] merebahkan membantai seekor kambing. (Al Hajj Al Muyassar, 68-71)
Catatan:
1. Jika wanita yang berniat tamattu’ mengalami haidh sebelum thowaf dan takut luput dari amalan haji, maka ia berihram dan meniatkannya menjadi qiron. Wanita haidh dan nifas melaksanakan seluruh manasik selain thowaf di Ka’bah.
2. Wanita ialah bagaikan putra lubuk (pinggan) hal larangan-larangan saat ihram kecuali di beberapa suasana: (1) mengenakan busana berjahit, wanita tetap boleh mengenakannya selama tiada bertabarruj (memamerkan kecantikan dirinya), (2) menangkup kepala, (3) tiada menumpat wajah kecuali jika terdapat pria non mahram.
3. Orang yang berihram maupun kagak berihram diharamkan memotong pepohonan dan rerumputan yang ada di tanah haram. Hal ini serupa oleh memburu binatang, jika dilakukan, maka ada fidyah. Begitu pula dilarang membunuh fauna buruan dan menebang pepohonan di Madinah, namun tiada ada fidyah jika melanggar hal itu.
Baca juga:
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar